Henry menyampai bahwa kerjasama ini dapat menjadi role model industry perikanan, serta dapat menciptakan data yang lebih valid guna membangun industri perikanan yang sehat, dan bankable. “Kami juga berharap kerja sama ini dapat meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia mengingat peserta yang mengikuti project ini akan melalui screening ataupun scoring yang dilakukan oleh Joint Venture. Nelayan yang tidak memiliki kapal nantinya diharapkan dapat memiliki kapal sendiri,” jelasnya.
Lebih jauh, Henry menjelaskan bahwa ouput yang dihasilkan PT Joint Venture ini diharapkan dapat membuat Perseroan dapat melakukaan kontrak jangka Panjang dengan buyer atau customer sehingga memberikan kepastian yang sustainable kepada Perseroan. Keterbatasan dalam membuat kontrak jangka panjang terjadi akibat ketidakpastian supply yang merupakan salah satu kelemahan industri perikanan.
Direktur PT WGSH, Edward Setiawan, menjelaskan pihaknya merupakan venture builder atau pabrik pembuat startup ternama di industri informasi teknologi. “Perseroan memberikan akomodasi berupa HAKI perangkat lunak, tenaga ahli di bidang teknologi, dan ekosistem yang mendukung untuk membangun startup, selain itu WGSH juga memiliki data center sendiri,” jelasnya.
Edward menerangkan bahwa kerjasama ini disebut dengan versi 1. Target tahap awal versi 1 ini adalah menghubungkan kapal-kapal yang menganggur, nelayan yang tidak memiliki kapal, investor, dan konsumen sehingga menghasilkan produk yang dapat dilacak. “Versi 1 ini akan terus dikembangkan ke versi lanjutan lainya dengan memperhatikan pengelolaan Dockyard/Shipyard, Cold chain dan sebagainya,” jelasnya.
Edward juga menyampaikan kerjasama dalam membangun joint venture ini adalah upaya WGSH memperoleh tambahan captive revenue stream yang signifikan dari startup subsidiary. “Kerjasama ini, diperkirakan akan mampu meningkatkan valuasi Perseroan secara signifikan, yang nantinya meningkatkan kapitalisasi pasar pemegang saham sebagai perusahaan terbuka, selain potensi dividen income dari subsidiary,” tukasnya.
Direktur Utama PT AFC, Asma menjelaskan perjanjian kerjasama ini merupakan komitmen Founder untuk membangun industry perikanan Indonesia agar menjadi pemain dunia. Lebih jauh Asman menerangkan bahwa kerjasama ini merupakan bagian dari pembangunan sektor hulu yang selama ini kurang diperhatikan. Tantangan dari sisi regulasi, SDM, teknologi, hingga management perikanan membuat industri perikanan kurang berperan terhadap pasar global. Kerjasama ini merupakan upaya Founder untuk beralih dari management yang bersifat tradisional ke arah yang lebih modern dengan mengedepankan Informasi dan Teknologi, termasuk di dalamnya Teknologi Perikanan.
Sementara itu, Direktur Utama PT ASHA William Sutioso yang juga merupakan pemasok (offtaker) seafood hasil tangkapan nelayan, menjelaskan data masih menjadi kelemahan di Industri perikanan. Kendala kapal-kapal yang tidak tercatat, terutama kapal dibawah 30 GT, membuat produksi seafood Indonesia kurang akurat.
William menambahkan kombinasi antara kenaikan BBM dan rendahnya penetrasi perbankan ke industri ini yang hanya 0,41% membuat supply seafood tidak dapat mengimbangi permintaan pasar domestic dan internasional yang meningkat secara signifikan akibat perubahan gaya hidup yang lebih sehat. Supply seafood masih menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan permintaan. Dengan keterjaminan supply, ASHA akan dapat memenuhi permintaan baik eksport maupun kebutuhan dalam negeri.
Berdasarkan data KKP, terdapat sedikitnya 100.000 kapal yang berlayar di perairan Indonesia. Akan tetapi, jumlah ini dinilai masih belum menyajikan keseluruhan kapal mengingat masih banyak kapal yang belum tercatat, terutama untuk kapal di bawah 30 GT. Pembangunan Versi 1 ini memiliki potensi yang sangat besar dari segi peluang usaha serta dapat membantu pemerintah dalam membangun big data perikanan tanah air.